Bani Israil Sepeninggal Nabi
Musa ‘alaihissalam
Bani Israil adalah umat yang dahulunya hidup di bawah bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Tetapi setelah mereka hidup jauh dari masa nubuwah bahkan dari tuntunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, mereka diuji dengan berbagai kesulitan dan kehinaan. Itulah janji dan ketetapan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berlakukan atas makhluk-makhluk-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إسْرائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي اْلأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا. فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولاَهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلاَلَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولاً
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu:
‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti
kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.’ Maka apabila
datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami
datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu
mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti
terlaksana.” (Al-Isra`: 4-5)
Ahli tafsir berbeda pendapat tentang siapa yang dikuasakan untuk
menindas mereka.Namun yang jelas,
penindasan tersebut tidak lain adalah karena kezhaliman, kemaksiatan, dan
kekafiran yang mereka perbuat. Sedangkan
Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidaklah menzhalimi siapapun dari makhluk
ciptaan-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ
نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Al-An’am: 129)
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Al-An’am: 129)
Al-Qurthubi rahimahullahu mengatakan dalam Tafsir-nya, menukil
dari Ibnu Zaid: “Ini adalah ancaman keras bagi orang yang zhalim. Jika dia
tidak berhenti dari kezhalimannya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan
atas dirinya orang zhalim lainnya.”
Ada pula yang menafsirkan ayat ini dengan mengatakan: “Kami
serahkan sebagian mereka (yang zhalim itu) kepada yang lain karena kekafiran
yang mereka pilih untuk diri mereka.”
Syahdan, di zaman Bani Israil, jauh sepeninggal
Nabi Musa ‘alaihissalam, di saat Bani Israil semakin jauh dari masa nubuwah dan tuntunan Nabi mereka,
bergelimang kemaksiatan dan kekafiran, Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan atas
diri mereka orang-orang yang zhalim dan bengis tidak berperikemanusiaan.
Al-Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya, pada Kitab Az-Zuhd war Raqa`iq,
bab Qishshah Ashhabil Ukhdud (no. 3005), dari Shuhaib bin Sinan radhiyallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
Pada zaman dahulu, sebelum masa kalian ada seorang raja, dia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika
tukang sihir ini sudah semakin tua, dia berkata kepada raja tersebut:“Saya sudah tua, carikan untukku seorang pemuda remaja yang akan
saya ajari sihir.” Maka raja
itupun mencari seorang pemuda untuk diajari ilmu sihir.
Adapun pemuda itu, di jalanan yang dilaluinya (menuju tukang
sihir) itu ada seorang rahib (ahli ibadah). Lalu dia duduk di majelis rahib
tersebut, mendengarkan wejangannya dan ternyata uraian tersebut menakjubkannya.
Akhirnya, jika dia mendatangi tukang sihir itu, dia melewati majelis si rahib
dan duduk di sana. Kemudian, setelah dia menemui tukang sihir itu, dia dipukul
oleh tukang sihir tersebut. Pemuda itupun mengadukan keadaannya kepada si
rahib.
Kata si rahib: “Kalau engkau takut kepada si tukang sihir, katakan
kepadanya: ‘Aku ditahan oleh keluargaku.’ Dan jika engkau takut kepada
keluargamu, katakan kepada mereka: ‘Aku ditahan oleh tukang sihir itu’.”
Ketika dia dalam keadaan demikian, datanglah seekor binatang besar
yang menghalangi orang banyak. Pemuda itu berkata: “Hari ini saya akan tahu, tukang sihir itu yang lebih utama
atau si rahib.” Diapun
memungut sebuah batu dan berkata: “Ya Allah, kalau ajaran si rahib itu lebih Engkau cintai daripada
ajaran tukang sihir itu, maka bunuhlah binatang ini agar manusia bisa berlalu.” Pemuda itu melemparkan batunya hingga membunuhnya. Akhirnya
manusiapun dapat melanjutkan perjalanannya.
Kemudian pemuda itu menemui si rahib dan menceritakan keadaannya.
Si rahib berkata kepadanya: “Wahai ananda, hari ini engkau lebih utama
daripadaku. Kedudukanmu sudah sampai pada tahap yang aku lihat saat ini.
Sesungguhnya engkau tentu akan menerima cobaan, maka apabila engkau ditimpa
satu cobaan, janganlah engkau menunjuk diriku.”
Pemuda itupun akhirnya mampu mengobati orang yang dilahirkan dalam
keadaan buta, sopak (belang), dan mengobati orang banyak dari berbagai
penyakit. Berita ini sampai ke telinga teman duduk sang raja, yang buta
matanya. Diapun menemui pemuda itu dengan membawa hadiah yang banyak, lalu
berkata: “Semua hadiah yang ada di sini adalah untuk engkau, saya kumpulkan,
kalau engkau dapat menyembuhkan saya (dari kebutaan ini).”
Anak muda itu menjawab: “Sebetulnya, saya tidak dapat menyembuhkan siapapun. Tapi yang
menyembuhkan itu adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau engkau beriman kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, saya doakan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentu
Dia sembuhkan engkau.”
Teman sang raja itupun beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyembuhkannya. Kemudian dia menemui sang raja
dan duduk bersamanya seperti biasa. Raja itu berkata kepadanya: “Siapa yang
sudah mengembalikan matamu?”
Dia menjawab: “Rabbku.” Raja itu menukas: “Apa kamu punya tuhan
selain aku?” Orang itu berkata: “Rabbku dan Rabbmu
adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Raja itupun menangkapnya dan tidak berhenti menyiksanya sampai dia menunjukkan si pemuda. Akhirnya si pemuda ditangkap dan dibawa ke hadapan raja tersebut. Sang raja berkata: “Wahai anakku, telah sampai kepadaku kehebatan sihirmu yang dapat menyembuhkan buta, sopak, dan kamu berbuat ini serta itu.”
Pemuda itu berkata: “Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapapun. Tapi yang
menyembuhkan itu adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Raja itu menangkapnya dan terus menerus menyiksanya sampai dia
menunjukkan si rahib. Akhirnya si rahib ditangkap dan dihadapkan kepada sang
raja dan dipaksa: “Keluarlah dari agamamu.” Si rahib menolak. Raja itu minta dibawakan
sebuah gergaji, lalu diletakkan di atas kepala si rahib dan mulailah kepala itu
digergaji hingga terbelah dua. Kemudian diseret pula teman duduk raja tersebut,
dan dipaksa pula untuk kembali murtad dari keyakinannya. Tapi dia menolak.
Akhirnya kepalanya digergaji hingga terbelah dua.
Kemudian pemuda itu dihadapkan kepada raja dan diapun dipaksa:
“Keluarlah kamu dari keyakinanmu.” Pemuda itu menolak.
Akhirnya raja itu memanggil para prajuritnya: “Bawa dia ke gunung ini dan itu, dan naiklah. Kalau
kalian sudah sampai di puncak, kalau dia mau beriman (bawa pulang). Kalau dia
tidak mau, lemparkan dia dari atas.” Merekapun membawa pemuda
itu ke gunung yang ditunjuk. Si pemudapun berdoa: “Ya Allah, lepaskan aku dari mereka dengan apa yang Engkau
kehendaki.”
Seketika gunung itu bergetar dan merekapun terpelanting jatuh.
Pemuda itu datang berjalan kaki menemui sang raja. Raja itu berkata: “Apa yang
dilakukan para pengawalmu itu?”
Kata si pemuda: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkanku dari mereka.”
Kata si pemuda: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkanku dari mereka.”
Kemudian raja itu menyerahkan si pemuda kepada beberapa orang lalu
berkata: “Bawa dia dengan
perahu ke tengah laut. Kalau dia mau keluar dari keyakinannya, (bawa pulang),
kalau tidak lemparkan dia ke laut.” Merekapun
membawanya. Si pemuda berdoa lagi: “Ya
Allah, lepaskan aku dari mereka dengan apa yang Engkau kehendaki.” Perahu itu karam dan mereka pun tenggelam. Sedangkan si pemuda
berjalan dengan tenang menemui sang raja.
Raja itu berkata: “Apa yang dilakukan para pengawalmu itu?”
Kata si pemuda: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkanku dari mereka.”
Lalu si pemuda melanjutkan: “Sesungguhnya engkau tidak akan dapat membunuhku sampai engkau melakukan apa yang kuperintahkan.” Sang raja bertanya: “Apa itu?”
Raja itu berkata: “Apa yang dilakukan para pengawalmu itu?”
Kata si pemuda: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkanku dari mereka.”
Lalu si pemuda melanjutkan: “Sesungguhnya engkau tidak akan dapat membunuhku sampai engkau melakukan apa yang kuperintahkan.” Sang raja bertanya: “Apa itu?”
Kata si pemuda: “Kau kumpulkan seluruh manusia di satu tempat, kau salib aku di
sebatang pohon dan ambil sebatang panah dari kantung panahku kemudian letakkan
pada sebuah busur lalu ucapkanlah: ‘Bismillah
Rabbil ghulam’ (Dengan nama Allah, Rabb si pemuda), dan tembaklah aku dengan panah tersebut. Kalau engkau
melakukannya niscaya engkau akan dapat membunuhku.”
Raja itupun mengumpulkan seluruh manusia di satu tempat dan
menyalib si pemuda, kemudian mengeluarkan anak panah dari kantung si pemuda
lalu meletakkannya pada sebuah busur dan berkata: “Bismillahi Rabbil ghulam”, kemudian dia melepaskan
panah itu dan tepat mengenai pelipis si pemuda. Darah mengucur dan si pemuda
segera meletakkan tangannya di pelipis itu dan diapun tewas. Serta merta rakyat
banyak yang melihatnya segera berkata: “Kami beriman kepada Rabb si pemuda.
Kami beriman kepada Rabb si pemuda. Kami beriman kepada Rabb si pemuda.”
Raja itupun didatangi pengikutnya dan diceritakan kepadanya:
“Apakah anda sudah melihat, apa yang anda khawatirkan, demi Allah sudah
terjadi. Orang banyak sudah beriman (kepada Allah).”
Lalu raja itu memerintahkan
agar menggali parit-parit besar dan menyalakan api di dalamnya. Raja itu berkata:
“Siapa yang tidak mau
keluar dari keyakinannya, bakarlah hidup-hidup dalam parit itu. (Atau: ceburkan
ke dalamnya).”
Merekapun melakukannya, sampai akhirnya diseretlah seorang wanita
yang sedang menggendong bayinya. Wanita itu mundur (melihat api yang
bernyala-nyala), khawatir terjatuh ke dalamnya (karena sayang kepada bayinya).
Tapi bayi itu berkata kepada ibunya:“Wahai
ibunda, bersabarlah, karena sesungguhnya engkau di atas al-haq.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah ini juga dalam
Kitab-Nya yang mulia dalam surat Al-Buruj:
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ. وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ. وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ. قُتِلَ أَصْحَابُ اْلأُخْدُودِ. النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ. إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ. وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ. وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلاَّ أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ. الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ. إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang
dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah
orang-orang yang membuat parit. Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka
perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa
orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan
bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan
cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka
tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka)
yang membakar….”
Itulah kisah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ceritakan dalam
Kitab-Nya yang mulia agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang
sesudah mereka.
Faedah
Beberapa faedah dari kisah ini, di samping apa yang telah
diuraikan sebelumnya ialah:
1. Belajar di waktu muda lebih mudah untuk menangkap pelajaran dan memahami. Inilah alasan tukang sihir itu memilih remaja daripada yang sudah tua. Demikianlah yang dituntunkan para ulama kita, hingga sebagian mereka mengatakan: “Belajar di waktu muda bagai mengukir di atas batu, dan belajar di waktu tua bagai mengukir di atas air.”
2. Kemenangan dakwah bukan hanya diukur banyaknya orang yang mengikuti da’i di saat dia masih hidup. Boleh jadi setelah dia meninggal dunia, orang banyak mulai menyadari kebenaran yang disampaikannya.
3. Termasuk sebuah kemenangan adalah ketika seorang mukmin lebih memilih api yang membakar dirinya daripada hilangnya keimanan yang ada di dalam dadanya. Inilah yang terlihat dari seorang wanita yang lemah dengan bayinya yang masih dalam buaian. Wanita itu merasa iba kalau anaknya ikut terbakar, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan anak bayi itu mampu berbicara menasihati ibunya agar tetap kokoh di atas keimanannya.
4. Sifat Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, di saat begitu hebatnya kekejaman orang-orang kafir terhadap orang-orang yang beriman, di mana mereka dengan tanpa perikemanusiaan membakar hidup-hidup orang-orang yang menyatakan dirinya beriman, Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberi kesempatan bagi orang-orang kafir itu untuk bertaubat.
5. Ayat ini merupakan salah satu dari sekian hiburan (tasliyah) bagi umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang Al-Qur`an ini turun di tengah-tengah mereka, bahwasanya kepahitan dan penderitaan yang mereka alami bukanlah sesuatu yang baru. Kekejaman dan penindasan terhadap kaum mukminin sudah terjadi di masa-masa para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
1. Belajar di waktu muda lebih mudah untuk menangkap pelajaran dan memahami. Inilah alasan tukang sihir itu memilih remaja daripada yang sudah tua. Demikianlah yang dituntunkan para ulama kita, hingga sebagian mereka mengatakan: “Belajar di waktu muda bagai mengukir di atas batu, dan belajar di waktu tua bagai mengukir di atas air.”
2. Kemenangan dakwah bukan hanya diukur banyaknya orang yang mengikuti da’i di saat dia masih hidup. Boleh jadi setelah dia meninggal dunia, orang banyak mulai menyadari kebenaran yang disampaikannya.
3. Termasuk sebuah kemenangan adalah ketika seorang mukmin lebih memilih api yang membakar dirinya daripada hilangnya keimanan yang ada di dalam dadanya. Inilah yang terlihat dari seorang wanita yang lemah dengan bayinya yang masih dalam buaian. Wanita itu merasa iba kalau anaknya ikut terbakar, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan anak bayi itu mampu berbicara menasihati ibunya agar tetap kokoh di atas keimanannya.
4. Sifat Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, di saat begitu hebatnya kekejaman orang-orang kafir terhadap orang-orang yang beriman, di mana mereka dengan tanpa perikemanusiaan membakar hidup-hidup orang-orang yang menyatakan dirinya beriman, Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberi kesempatan bagi orang-orang kafir itu untuk bertaubat.
5. Ayat ini merupakan salah satu dari sekian hiburan (tasliyah) bagi umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang Al-Qur`an ini turun di tengah-tengah mereka, bahwasanya kepahitan dan penderitaan yang mereka alami bukanlah sesuatu yang baru. Kekejaman dan penindasan terhadap kaum mukminin sudah terjadi di masa-masa para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
حَسِبْتُمْ أَنْ
تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ
قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ
الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللهِ أَلاَ إِنَّ نَصْرَ
اللهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah: 214)
6. Di antara buah keimanan
yang jujur dan kokoh ialah jauh dari sifat tertipu dengan keadaan diri sendiri. Perhatikanlah ucapan si pemuda remaja itu. Bukan dia yang
menyembuhkan penyakit atau kebutaan, tapi Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang
menyembuhkan dan mengembalikan kebutaan seseorang. Tidak sepantasnya pula orang
yang berilmu menisbahkan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dirasakannya
kepada diri mereka sendiri. Seolah-olah semua yang diperolehnya adalah karena
kepintaran dan kecakapannya.
7. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa orang yang sedang terjepit/kesulitan jika dia berdoa kepada-Nya. Maka apabila seorang yang sedang dalam kesulitan/terjepit memohon sesuatu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh keyakinan, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan permintaannya.
8. Di samping sebagai hiburan bagi kaum mukminin, ayat ini juga merupakan ancaman dan peringatan bagi orang-orang musyrik dan kafir di manapun mereka berada. Allah Maha menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membalas perbuatan mereka itu di dunia ini, maka sesungguhnya balasan yang setimpal akan mereka dapatkan di akhirat, di saat mereka akhirnya merasakan panasnya jahannam dan siksaan yang membakar, sebagaimana yang dahulu mereka lakukan terhadap kaum mukminin di dunia. Oleh sebab itu, hendaklah orang-orang yang mengaku dirinya beriman bersabar dengan kesempitan dan kepahitan yang mereka alami di dunia ini.
7. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa orang yang sedang terjepit/kesulitan jika dia berdoa kepada-Nya. Maka apabila seorang yang sedang dalam kesulitan/terjepit memohon sesuatu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh keyakinan, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan permintaannya.
8. Di samping sebagai hiburan bagi kaum mukminin, ayat ini juga merupakan ancaman dan peringatan bagi orang-orang musyrik dan kafir di manapun mereka berada. Allah Maha menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membalas perbuatan mereka itu di dunia ini, maka sesungguhnya balasan yang setimpal akan mereka dapatkan di akhirat, di saat mereka akhirnya merasakan panasnya jahannam dan siksaan yang membakar, sebagaimana yang dahulu mereka lakukan terhadap kaum mukminin di dunia. Oleh sebab itu, hendaklah orang-orang yang mengaku dirinya beriman bersabar dengan kesempitan dan kepahitan yang mereka alami di dunia ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, dalam hadits
Shuhaib radhiyallahu ‘anhu:
عَجَبًا لِأَمْرِ
الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ
لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ
ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan orang-orang yang beriman itu. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik, dan itu tidak dirasakan siapapun kecuali orang yang beriman. Kalau dia ditimpa kesenangan dia bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan apabila dia ditimpa kesusahan dia bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”
“Sungguh menakjubkan urusan orang-orang yang beriman itu. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik, dan itu tidak dirasakan siapapun kecuali orang yang beriman. Kalau dia ditimpa kesenangan dia bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan apabila dia ditimpa kesusahan dia bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”
Wallahul muwaffiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar