Abid Ghoffard Aboe Dja’afar lahir di Wanadadi,
Banjarnegara, 21 April 1955. Pria yang
kini dikenal sebagai Ebiet G Ade ini adalah seorang penyanyi dan penulis lagu
yang karya-karyanya telah melegenda dan terkenal dengan balada yang syahdu dan
syair-syair sarat makna dari lagu-lagu yang dibuatnya.
Setelah lulus SD, Ebiet kecil melanjutkan pendidikan di
PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Banjarnegara. Namun karena tidak kerasan,
dirinya pindah ke Yogyakarta. Di Jogja, Ebiet bersekolah di SMP Muhammadiyah 3
dan SMA Muhammadiyah 1. Ebiet termasuk siswa berotak encer. Namun ia tidak
dapat melanjutkan perkuliahan di Universitas Gajah Mada karena ketiadaan biaya.
Akhirnya Ebiet memilih untuk bergabung ke sebuah grup vokal.
Nama panggilan ‘Ebiet’ tersebut ada sejarahnya. Semasa
SMA, Ebiet mengikuti kursus bahasa Inggris di sekolahnya. Pada saat itu,
gurunya yang orang asing memanggilnya ‘Ebid’ alih-alih ‘Abid’. Dikarenakan
pelafalan bule yang berbeda dari pelafalan Indonesia (‘A’ dibaca ‘E’). Akhirnya
lama kelamaan teman-temannya lebih sering memanggilnya ‘Ebiet’. Sedangkan nama
‘G Ade’ merupakan akronim dari nama lengkapnya, ‘Ghoffar Aboe Dja’afar’.
Ebiet memasuki dunia seni di Yogyakarta sejak tahun 1971.
Saat itu, dirinya bersahabat dengan sejumlah seniman Jogja yang terkenal
handal bermain kata. Mereka antara lain Emha Ainun Najib (penyair), Eko Tunas
(penulis cerpen) dan E.H Kartanegara (penulis). Karir awal Ebiet sebagai
penyanyi adalah dengan melagukan syair-syari karya Emha Ainun Najib. Namun
ketika masuk dapur rekaman, syair-syair tersebut tak lagi dibawakannya.Hal ini
karena Ebiet pernah disindir oleh teman-temannya untuk membuat dan menyanyikan
karyanya sendiri.
Ebiet sendiri merupakan seorang pembuat syair puisi yang
handal, namun ia tak bisa berdeklamasi dengan puisi tersebut. Akhirnya ia
mencari cara lain untuk membacakan puisinya tanpa harus berdeklamasi. Yakni
dengan melagukannya.. Inilah cikal bakal Ebiet G Ade yang kita kenal sekarang.
Ebiet lebih suka disebut penyair ketimbang penyanyi. Ia dikenal tak suka mendengarkan musik hingga sekarang.
Pada awalnya, Ebiet hanya tampil di panggung-pangung
seputar Jawa Tengah dan DIY saja. Awalnya hal tersebut hanya dilakukannya
sebagai hobi semata, namun desakan dari para sahabatnya akhirnya membut Ebiet
bersedia memasuki dunia rekaman.
Sekian lama tampil, Ebiet sempat berhenti pada tahun
1990. Selama 5 tahun dirinya tidak pernah terlihat tampil lagi di panggung
musik. Pada tahun 1995, barulah ia kembali menyeruak. Dua album ditelurkannya
saat itu, yakni Cinta
Sebening Embun – Puisi-Puisi Cinta, dan Kupu-Kupu Kertas. Album
Kupu-Kupu Kertas didukung oleh sejumlah musisi papan atas seperti Ian Antono,
Billy J. Budiardjo, Purwacaraka, dan Erwin Gutawa.
Pada tahun 1996, Ebiet kembali berkarya dan mengeluarkan
album bertajuk Aku
Ingin Pulang – 15
Hits Terpopuler. Selang dua tahun kemudian, sebuah album
bertajuk Gamelan dirilisnya.
Album ini berisi 5 lagu lama miliknya yang diaransemen ulang dengan menggunakan
alat musik gamelan.
Pada tahun 2000, Ebiet lagi-lagi merilis album, bertajuk
Balada Sinetron Cinta. Tak puas sampai di situ, ayah empat anak ini kembali
berkarya pada tahun 2001 dengan merilis album Bahasa Langit, yang didukung
sejumlah musisi seperti Andi Rianto, Erwin Gutawa dan Tohpati.
Ebiet menikah dengan Yayuk Sugianto pada tahun 1982 dan
dikarunia 4 orang anak. Salah satunya adalah Abietyasakti Ksatria Kinasih yang
kini menjadi manajernya.
Profil singkat :
Nama : Abid Ghoffar Aboe Dja’far
Nama Beken : Ebiet G Ade
Tempat / Tanggal Lahir : Wanadadi, Banjarnegara / 21
April 1955
Status : Menikah
Istri : Yayuk Sugianto
Anak:
·
Abietyasakti
Ksatria Kinasih
·
Adaprabu
Hantip Trengginas
·
Byatuasa Pakarti
Hinuwih
·
Segara Banyu
Bening.
Beberapa karya terbaik Ebiet G Ade antara
lain :
“Titip Rindu Buat Ayah
“Dosa Siapa, Ini Dosa Siapa
“Cita-Cita Kecil si Anak Desa
“Nasihat Pengemis Untuk Anak Istri & Doanya Untuk
Hari Esok mereka
“Nyanyian Ombak
“Berjalan Di Hutan Cemara
“Hidup I (Pernah Kucoba Untuk Melupakanmu)
“Hidup II (Obsesi KP. I/203)
“Hidup III
“Hidup IV
“Lolong
“Kalian Dengarkan Keluhanku
“Camelia
“Pranala luar
“Berita Kepada Kawan
Namun salah satu yang akan dikenang sebagai karya terbesar
Ebiet adalah lagu ‘Berita Kepada
Kawan‘ yang liriknya sebagai berikut :
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Tubuhku terguncang di hempas batu jalanan
Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
gembala kecil menangis sedih ho ho ho ho
Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
gembala kecil menangis sedih ho ho ho ho
Kawan coba dengar apa jawabnya
ketika ia kutanya “Mengapa?”
Bapak ibunya telah lama mati
ditelan bencana tanah ini
ketika ia kutanya “Mengapa?”
Bapak ibunya telah lama mati
ditelan bencana tanah ini
Sesampainya di laut kukabarkan semuanya
kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
Barangkali di sana ada jawabnya
mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Kawan coba dengar apa jawabnya
ketika ia ku tanya “Mengapa?”
Bapak ibunya telah lama mati
ditelan bencana tanah ini
ketika ia ku tanya “Mengapa?”
Bapak ibunya telah lama mati
ditelan bencana tanah ini
Sesampainya di laut kukabarkan semuanya
kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit
Barangkali di sana ada jawabnya
mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho ho
Lagu tersebut kini mulai sering berkumandang, sebagai
latar belakang yang mengiringi dokumentasi bencana alam dan musibah yang sedang
melanda Indonesia di beberapa daerah, antara lain Merapi, Mentawai dan Wasior.
Terus berkarya, bang Ebiet!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar